Rabu, 03 Juli 2024

Hidup Baru di Jakarta: Sepi dan Ramainya Ibu Kota

Intan telah mengenyam pendidikan di Bumi Pasundan, kemudian mencoba peruntungan untuk terus bertahan hidup di ibu kota. Di sini aku sekarang, mengimplementasikan ilmu yang aku dapatkan semasa empat tahun kuliah.

Jakarta itu keras, kata banyak orang. Aku setuju berat. Hari PERTAMA kepindahanku ke Jakarta, HP AKU ILAAAANG. Stasiun Manggarai jadi saksi dan Stasiun Tanah Abang adalah tempat aku sadar bahwa mau gak mau aku harus ikhlas.

Lagi-lagi Allah punya rencana yang lebih indah, hilangnya hp aku tergantikan dengan yang lebih baik, yang ternyata sangat menunjang pekerjaanku, pekerjaan yang aku jalani dengan suka cita. Lingkungan yang suportif dan dunia tulis menulis yang aku suka, gak bisa minta lebih dari kebahagiaan macam ini.

Jakarta itu keras, katanya. Tapi, Jakarta juga jadi tempat yang tepat untuk berkembang dan berproses.

Terhitung udah setahun aku di Jakarta. Rasanya setahun ini membuat banyaaak sekali perubahan dalam hidupku, yang untungnya mengarah ke hal positif. Aku seperti menjalani rangkaian mimpi yang diidamkan oleh Intan semasa remaja.

Punya uang sendiri, punya banyak kesempatan, dan menjadi lebih percaya diri. Bisa dibilang aku yang sekarang adalah versi diriku yang aku memang impikan. Memang belum versi terbaik banget, tapi aku menuju ke sana. Aku dalam perjalanan yang tidak ada habisnya untuk membuatku semakin cinta diriku sendiri.

Kesimpulan: Aku jatuh cinta dengan Intan yang sekarang.

Apakah hidup di Jakarta hanya serentetan kebahagiaan yang tak berujung? Berlebihan. Justru, aku merasakan hal yang sebelumnya tidak terlalu aku ambil pusing. Sering sih merasa begini, tapi ini adalah puncaknya.

Tebak apa?

Kesepian.

Lucu ya? Seharusnya aku cukup menjalani hari dengan tenang, tapi proses pendewasaan membuatku bimbang. Banyak yang dipikirin, banyak yang ditahan, banyak hal yang berpotensi akan meledak karena kelamaan bersemayam di pikiran.

Selama kuliah, aku memang udah ngekost. Tapi, kehidupan kuliahku begitu ramai, begitu meriah, begitu penuh manusia. Pas aku kerja, jujur aku belum terbiasa dengan rasa sepi. Terlebih dengan aku yang punya banyaaak sekali energi (extrovert core).

Dalam rangka mengisi kekosongan, tiap Sabtu-Minggu aku habiskan di luar kosan. Baik itu main, ikut komunitas, pokoknya kemana aja aku gaskeun. Tipikal “yes man” banget deh! 

Aku tau ada perbedaan besar antara emang extrovert atau ada yang “salah” dari diriku sendiri.

Lama-lama aku merasa kerepotan atau kewalahan dengan rasa kesepian ini.

Rasanya "penuh" kalau abis main dari luar, tapi perasaanku pas kembali pulang tuh gak wajar. Selama sendirian, aku nangis, aku kepikiran banyak hal, aku stres sendiri. Harusnya gak gini banget kan?

Ternyata, kehidupanku yang keliatan menyenangkan dan lancar-lancar ini emang jauh dari kata sempurna. Aku gak punya tempat untuk pulang. Aku seolah bener-bener sendirian dalam perjalanan pendewasaan ini.

Keluargaku sedang dalam proses pengembangannya sendiri. Kita gak sama-sama lagi karena tujuan masing-masing. Satu sisi, aku bangga sama keluargaku yang mandiri dan punya jalan yang mereka inginkan sesuai kata hati. Satu sisi, udah lupa rasanya bagaimana pulang ke orang.

Intan, yang lagi berkembang di Jakarta. Rindu pulang. Rindu pulang ke rumah. Rindu pulang ke orang. Rindu pulang ke tempat (selain dirinya sendiri) yang nyaman dan menenangkan.

Intan, yang berusaha mengambil banyak kesempatan dengan suka cita, rindu akan kedamaian tanpa hiruk pikuk yang berlebihan.

Intan, pusing... Tapi sudah terbiasa dengan hingar bingar.

Jangan tenggelam ya, Intan, jangan biarkan keramaian mengonsumsi dirimu.

Jakarta, jaga baik diriku.

Share:

Rabu, 06 September 2023

Bandung Lautan Sejuta Kenangan

Mengerjakan skripsi adalah perjalanan kesendirian. Waktu yang tepat untuk banyak bengang-bengong dan menjalin hubungan sama laptop pi-araleun pi-anyingeun yang tiap buka satu aplikasi loadingnya satu windu. Enggan bahas skripsi sama banyak orang, soal skripsi aku telan pahitnya sendirian.

Pertama kalinya dalam hidup, aku ke Majalengka sendiri demi bimbingan. Mengerjakan ini itu juga seringnya sendiri karena aku merasa jalur semua orang udah beda. Dosen bimbingan beda, jadwal beda, topik skripsi beda. Hal-hal yang bisa diskusikan perkara hal-hal teknis aja dan bikin aku banyak mikir soal diri sendiri.

Menjauh dari temen? Gak sama sekali. Gak sedikitpun. Aku tetep butuh ditemenin dan butuh haha hihi. Butuh istirahat sejenak dari perjalanan panjang yang agaknya sih bikin aku kurang waras sedikit. Aku tetep butuh temen-temenku untuk emotinal support yang gak bisa aku bales dengan kata makasih aja.

Empat sidang UIN Bandung harus aku perangi demi gelar S1:

1. Sidang sempro (berhasil ditaklukan sendirian di sofa hijau ruang tamu rumahku, lebih ke maksain sih karena gak mau nunda lebih lama lagi)

2. Sidang kompre (belajar bareng di kosan sampe begadang mampus dan saling bantu satu sama lain)

3. Sidang tahfidz (di rumah Dinda karena 100% yakin gak bisa hafalin juz Al-Qur'an sendirian)

4. Sidang skripsi (bismillah Juni!!!!)

Sayangnya, targetku untuk sidang skripsi di bulan Juni pupus begitu aja karena sesuatu yang bahkan males aku jabarin lebih jauh. Sistem kampus aku ngasih kesempatan sidang dua bulan sekali. Juli bengang-bengong dan main aja (saat itu sambil magang juga) dan akhirnya Agustus aku bisa sidang.

Ternyata, emang rencana Allah lebih baik. Allah nutup jalanku untuk sidang Juni, supaya aku bisa tarik nafas sedikit dan "santai dulu gak sih" sampe Agustus, bulan dimana aku sidang barengan bersama banyak teman-temanku yang lain.

Rasa bahagia sidang Agustus lalu gak bisa gua ganti dengan apapun. Bagaimana gua nyiapin sidang bareng anak-anak kosan, patungan buat beli banner sidang, bawa banner dan berbagai hadiah ke rooftop kampus meski super ribet, dan lainnya. 

Agustus berperan pentingsebagai momentum bersejarah bagaimana seorang Intan Riskina berhasil menyelesaikan kuliahnya. Revisian super ribet dilakukan di bulan September, Oktober bengang-bengong, November mulai magang lagi di tempat lain, Desember wisuda.

Rasa lega dan bangga pasti ada, tapi juga ada perasaan mengganjal di dada yang seolah masih mau melanjutkan hari-hari penuh warna di Bandung.

"Abis ini udah nih?"

"Gak akan tinggal di Bandung lagi nih?"

"Pisah sama temen-temen nih?"

Berat rasanya. Bandung menjadi tempat hebat yang buat aku jauh lebih percaya diri dibandingkan aku yang SMA, tempat yang bisa dibilang murah tapi banyak kasih hal-hal menyenangkan yang gak bisa diukur harganya, tempat yang gak mungkin kalau aku nggak betah, tempat yang wajar buat dikenang karena 1001 suka duka di sana.

Kepada kampusku yang jauh dari kata sempurna, kepada kosan kecilku yang berantakannya kaya kapal pecah, kepada Gang Manisi yang banyak jajanannya, kepada temanku A sampai Z yang gak bisa ditulis semua di sini, dan terakhir kepada aku yang alhamdulillah masih dikasih kesempatan untuk menjalani hari sebagai orang yang sudah punya gelar S1.

model canggung (Intan) dipotret dengan anggun
oleh fotografer canggung (Robby)

Ke depannya, aku akan menjadi Intan Riskina [Updated Version] yang menjelma menjadi si wanita karir di Ibu Kota, tapi itu gak mengubah fakta bahwa aku bisa begini karena pernah 4 tahun menjadi teteh-teteh Bandung yang hidupnya kebanyakan ketawa.

Bandung, terima kasih ya. Sejuta rindu untukmu si Bumi Pasundan yang ceria.


Share:

Jumat, 14 Januari 2022

Perjalanan Panjang Penuh Riang

Tidak berbekal kamera yang kompatibel dan kemampuan mengedit transisi yang mengesankan, aku gak pernah buat recap tahunan dalam bentuk video. Sebagai gantinya, selalu menelurkan tulisan semauku yang secara rutin aku unggah di second account Instagram yang memiliki username tau lah ya, gak usah disebut!

Setiap tahun memang memiliki kenangan tersendiri, tapi tahun 2021 bener-bener dihajar habis-habisan dengan berbagai pengalaman baru yang gak pernah aku alamin sebelumnya. Jangan tertipu judul, gak selalu riang kok, bahkan banyak banget sedihnya.

Dari sedih itu gak menutup kemungkinan kalo emang ada hal baru yang aku pelajari. Mari kita mulai dari kepengurusan organisasi, aku yang hah heh hoh ngang ngeng ngong ini jadi pengurus Hima! Gilak. Artinya, ada tanggung jawab yang harus aku pikul selama satu periode kepengurusan.

Banyak pasang surut yang aku alami selama menjabat kemarin, mulai dari takut, sampe takut banget. Hehe. Semua itu gak bisa aku hadapin sendirian tanpa Dinda, Ansor, Firman, dan seluruh anggota Jurnalposmedia lainnya, beserta para demis yang senantiasa membantu dan sering mengingatkan.

Hati yang "penuh" akan kebahagiaan udah aku unggah sebelumnya di pengalaman naik motor ke Jogja, dan berpetualang ke Lampung padahal mah ke Banten, gak usah aku jelasin lagi ya? Pengalaman berkelana tahun ini emang ada-ada aja.

Hal lain yang aku syukuri adalah pengalaman KKN. Si day dreamer tukang halu yang percaya akan magis ini emang udah berekspektasi kalo KKN harus lah seru. Pengalaman sekali seumur hidup digabung sama mahasiswa jurusan lain,

Gak nyangka, ternyata malah seru banget? Pengalaman nyobain tinggal di pesantren dan menyatu dengan para santri, mengerjakan proker di desa orang, berteman dan bahkan nyaman banget sama temen baru, merasa "rumah" di sana, belajar soal agama, sampe jalan-jalan yang menyatu dengan alam.

Memiliki beban menjadi pengurus Hima yang berhubungan dunia kejurnalistikan, akhirnya aku ikut lomba cerpen dan alhamdulillah kedua cerpen yang aku kirim terpilih untuk menjadi kontributor dan dibukukan. Wow. Emang cuman cerpen sih, tapi semoga bisa menjadi semangat untuk diriku pribadi melangkah ke tahapan berikutnya.

Gak berhenti sampe sana, di penghujung tahun aku keterima magang sebagai reporter online di Bisnis Indonesia yang sangat menunjang kehidupanku, hehe. Kalo yang ini sampe sekarang masih aku lakuin sih. Termasuk cepet juga menurutku dipanggilnya. So happy!

2021 aku tutup dengan lengsernya aku dari kepengurusan organisasi, tetek bengek soal kepanitiaan, dan selesainya semua matkul. Jujur i feel empty after that, yang tersisa sekarang hanya tentang aku dan diriku sendiri. 

Jujur aja Jurnalposmedia juga telah memberikan "hidup" untuk pengalaman kuliahku. Setelah lengser, bukan hanya aku berhenti menjabat tapi juga berhenti dari Jurnalposmedia. Hal yang sangat berat ketika sesuatu itu sudah terlalu melekat.

2021 juga benar-benar dipenuhi dengan orang-orang baik yang sangat amat suportif. Aku benar-benar bersyukur berada di lingkungan yang tepat, yang mendukungku untuk berkembang, yang terus menyumbang tawa walau kerap kali konyol. Terutama para penghuni kosanku yang level "gila"nya di atas rata-rata.

Kini, tinggal bagaimana ke depannya aku berusaha untuk kelulusanku sendiri, tanpa mengurusi hal-hal di luar itu yang hukumnya sunnah. Memang terasa lebih "sepi" tapi sepertinya bertarung melawan diri sendiri akan terasa jauh lebih sulit.

2021, makasih banyak ya! Kalau kamu bisa berubah menjadi seorang manusia, akan kujadikan teman baikku, walau akhirnya si teman baik ini harus pergi untuk selamanya, namun kenangan bersama teman baik tidak pernah hilang kok. Tenang saja.

Pengalaman dan pembelajaran yang sangat berharga, semoga Intan Riskina versi 2022 bisa lebih baik dari ini. Aamiin.

Share:

Senin, 15 November 2021

Life is Good, Indeed!

Minggu kemarin jadi minggu yang menyebalkan. Banyaknya masalah, akunya yang emosian, dan orang sekitar yang gak sabaran, bikin makin runyam. Kenyataan bahwa aku gak bisa ke Bandung— padahal seharusnya wajib, juga makin bikin kesel. Andaikan aku punya kekuatan teleportasi, aku udah ada di kosan sambil makan ayam serundeng Manisi, sekalian beli sate kulit!

Gara-gara mood yang gak karuan, akhirnya aku gak ngerjain apa-apa sama sekali. Banyak yang harus dilakuin terlebih buat mahasiswi semester 7 kaya aku. Persyaratan lulus kuliah harus jadi prioritas, but in the same time ada banyak tugas matkul yang menumpuk.

Setelah berhari-hari berupaya mengembalikan mood dengan main ke rumah Mbak, rumah Inayah, rumah Syafira alias main doang biar gak stress dan ada temen ngobrol, akhirnya hari Senin aku bangkit. Udahan ngambeknya Tan, ayo itu banyak deadline!

Karena menunda-nunda, akhirnya hari Senin aku kelimpungan. Revisian proposal yang harusnya dicicil, aku babat habis dalam sehari dari pagi sampe sore. Dilanjut ngerjain autobiografi sekalian curhat, abis itu berpura-pura jadi desainer handal dengan bikin cover matkul Jurnalisme Sunda di Canva.

Bisa dilihat, hari Senin padet banget tapi aku gak bete lagi. Justru makin lama hati udah tenang dengan aku yang produktif gini. Hal yang aku sukai dari diri aku, again, udah sering bilang, adalah aku yang gercep. Tapi sebelum menuju gercep itu ya ngumpulin niatnya susah minta ampun, apalagi kalo bete kaya kemarin.

Lanjut hari Selasa, semua makin membaik alhamdulillah. Revisian yang aku kerjain seharian kemarin langsung di-acc sama kedua penguji aku yang super strict itu. Semua terasa terbayar dan naikin mood banget.

Gak terlena gitu aja, aku sambil ngerjain test ICT 100 soal lanjut ngerjain berita feature Jurnalistik Lingkungan. Baru jam 12 siang tapi aku udah beresin semuanya, kelas yang jam 14.00 juga dosennya berhalangan masuk jadi bisa dibilang aku BEBASSS.

Pas banget temenku Azka, minta temenin survei bisnisnya keliling Bogor. Aku yang emang gak ada kegiatan lagi jelas mau dong. Akhirnya kita keliling nyari tempat, ke café gemes, nanya-nanya bocil di jalan, makan di Steak Mun-Mun. Katanya, Azka merasa terbantu padahal aku juga coba nyenengin diri sendiri aja.

Pulangnya aku tepar dan langsung tidur, menggantikan hari-hari kemarin yang kalo aku banyak pikiran susaaaaah banget tidur sampe aku lebay bilang ke Dinda kalo punya sleep disorder. Bangun tidur hari udah gelap dan Papaku udah pulang, aku menutup hari itu dengan ngajak Papa makan baso hehehe. Pulangnya ajak Papa nobar film Korea deh judulnya “My Bossy Girl” asli seru parah. Besoknya mulai magang deh dengan perasaan tenang.

Udah sih sebenernya gak ada intinya, aku ngerasa aja its only bad day(s) not a bad life. Because life is good, indeed. Hari-hari damai seperti main ke rumah temen dalam keadaan bete atau nyenengin, makan dan nonton bareng sama Papa, satu-satu ngerjain apa yang harus dikerjain, hal-hal sederhana kaya gitu yang bikin hari tenang.

Hidupku belum settle, not living my best life though— masih jauh! Tapi coba deh jangan biarin emosi makan hari-hari indahmu, kalaupun iya, take a break abis itu lanjut lagi besok ya. Semangat orang baik!

Share:

Rabu, 05 Mei 2021

Niatnya ke Lampung, sih... tapi...

Berada di kediaman sendiri (read: Bogor) jujur membantu gua untuk healing dari hiruk pikuk kesibukan di Bandung. Tanpa berniat untuk melarikan diri dari berbagai tanggungjawab yang ada, gua merasa jauh lebih merasakan ketenangan di sini.

Semua yang berlebihan tidak baik, tan.

Memang, gua paham betul konsep tersebut. Makanya, baru sebentar gua udah gabut banget gilaaa! Terbiasa wara-wiri eh sekarang diem di rumah kaya ada panggilan buat ke luar rumah ngapain kek. Udah daftar volunteer tapi rasanya belum cukup aja gitu.

Kemakan video Tiktok soal perjalanan murah ke Lampung (it costs only 65k!). Akhirnya gua, sepupu gua— Prana, dan temennya Raihan randomly random gaskeun buat langsung cabut hari itu juga. Ngomonginnya jam 10 pagi dan sorenya kita memutuskan untuk langsung berangkat.

tiktok dari @muhammadezrap
yang sangat amat menggiurkan


Dari video di atas, begini rinciannya:

- KRL Tanah Abang - Rangkas Bitung 8.000x2 = 16.000

- KA lokal Rangkas Bitung - Merak 3000x2 = 6.000

- Ferry reguler Merak - Lampung 20.000x2 = 40.000 (*kecuali mau naik kapal ferry yang eksklusif sekali jalan 65.000 yaaa)

Iya, gak salah liat. TOTAL 65 RIBUU KURANG!!! Gimana gak tergugah coba?

Walaupun dengan catatan, ke Lampungnya nggak kemana-mana cuman di kapal ferinya aja buat nikmatin sunrise abis itu udah. Tapi mengingat tetep aja itu di Lampung, tempat yang terasa sangat jauh dan tidak tergapai membuat gua merasa ini masih merupakan hal yang menarik.

Just Bogor being Bogor, hujan gak menghentikan gua dan Prana buat cabut dan ketemuan sama Raihan di Stasiun Tanah Abang.

Sampe sana, ngeliat cowok berjaket parasut biru lagi celingak-celinguk. Abis itu kita akhirnya ketemu Raihan dan ternyata cowok tadi adalah temen Raihan namanya Afif. Wow ternyata kita berempat.

Perjalanan yang awkward dimulai. Gua aja sih, soalnya baru kenal eh langsung berkelana bareng. Berdiri berempat di KRL menuju Rangkas Bitung. Dari situ naik KAA lokal menuju Merak.

"Udah gapapa kalo mau ngobrol sama mereka mah, don't mind me. Gua emang friendles," kata gua lebay dan dramatic, abis itu diketawain aja sama Prana.


berdiskusi kenapa di luar gelap banget.
bisa diliat gua duduk sendiri jauhan, masih awkward!

Jam 12 malem sampe Merak, suasana jadi lebih hangat secara alami karena kita sama-sama excited. Sama-sama belum pernah naik kapal feri dan kami yakin ini bisa jadi pengalaman yang luar biasa.

halo pelabuhan! gak sabar naik kapal ke lampung deh

Setelah beli tiket yang sedikit lebih mahal dari yang diperkirakan, harusnya 20k tapi jadi 25k (total 100k berempat) kita pun ngantri.

But i smell something fishy here. Kok ya antriannya panjang dan lama banget?

Daripada bingung dan menerka-nerka, kita bagi-bagi tugas ada yang nanya ke petugas, ada yang merhatiin sampe ke depan sok mata-mata gitu. Bisa ditebak gua bagian apa. Gua bolak-balik merhatiin ini sebenernya antrean apa woy??

Taunya...

Test genose...

Harganya nggak 20 ribu kaya biasanya tapi curang banget 40 ribu...

Sebenernya gak yang mahal banget tapi jadi sayang aja gitu malah lebih mahal test genose-nya. Terus nanti pun kita gak turun kapal, gak worth it kalo untuk harga segitu mah. Bingung udah sejauh ini, mau gak jadi tapi 100 ribu udah melayang.

AH LEMES DAH UDAH BELI TIKET KAPAL 100 RIBU!!

Akhirnya setelah diskusi, kita membulatkan tekad untuk mengurungkan niat ke Lampung. Huft...

Banting setir karena sekalian udah di Merak, kita ke pantai aja biar bisa nge-chill dan beneran dateng ke suatu tempat gak cuman numpang melintas lautan naik kapal. Survey pantai dimulai dan bingung milih Pantai Anyer, Sambolo, atau Karang Bolong.

Karena terlalu malem buat ke pantai, kita nyari masjid terdekat buat tidur dan istirahat. Alhamdulillah nemu dan masih rame sama warga sekitar, kita disambut baik dan dikasih bubur sumsum, cendil, dan gorengan.

seadanya, ala kadar, sederhana

Setelah sahur, kita berangkat ke Pantai Karang Bolong naik angkot dan bus. Nyampenya kepagian dan jadi pengunjung pertama. Tiket masuk 15.000 padahal pas jalan beberapa langkah ada palangnya 10.000.

"Kita apa-apa dimahalin"

"Terus iya-iya aja lagi"

"Mungkin kita keliatan kaya orang kaya" Afif ketawa.

masih gelap bangeeet!

Karena masih gelap jatohnya malah kaya lagi wisata dunia lain sumpaaaah. Mana jalannya nanjak dan naik tangga yang curam, kita saling nyalain senter dan jalan pelan-pelan.

Berteman dengan gelap, kita sabar menunggu terang dan lama-lama keindahan pantai ini semakin terekspos dengan cantiknyaaaa.

can SEA clearly now!

Pantai ini luas banget guys, bisa naik ke atas dan bisa liat pemandangan yang indah dan supeeeer luas. Cocok buat foto-foto gumush. Buat yang mau nyebur dan berenang juga ya bisa banget. Ombaknya enak deh buat surfing.

Keasikan foto-foto dan bengang-bengong sambil nikmatin deru ombak, Raihan ngagetin dengan bilang kereta berangkat jam 7.40! Fakkkk panikkk... Buru-buru kembali ke stasiun mana angkot jarang banget pula.

Tebak apa? Ya, ketinggalan kereta. Ada lagi jam 10.06 hehehe... Hehe... He... Abis itu pulang deh!

Well, its an honour to meet you Raihan and Afif. Such random experience with random people as well. And massive thank you to Prana, for taking care of me eventho you're younger than me hihi. Semoga kapan-kapan bisa ketemu lagi.

😋
Share:

Minggu, 11 April 2021

Berkelana Bersama Maju Edan

Kosan, 8 Maret 2021.

Kenangan soal Yogyakarta tersimpan rapi walau gua kesana cuman sekali dan itu pun untuk kepentingan study tour. Untuk kembali ke sana adalah sebuah ketidakmungkinan kalau dilakukannya sekarang-sekarang. Jadi, ketika A Aking Horse dengan random-nya ngajak ke Yogya ya jujur gua mauuu banget!

Maju Edan namanya, singkatan dari Mahasiswa Jurnalistik Ekspedisi Dadakan. Dibilang dadakan banget ya nggak sih, karena kita udah mempersiapkan semua barang untuk dibawa jalan-jalan. Nah yang dadakannya adalah tujuannya.

Awalnya kita rencanain untuk pergi ke Pantai Santolo dan menyusuri pantai-pantai lainnya di sekitar situ. Eksplor pantai selatan, katanya. Udah siap berangkat ehhh langsung ganti tujuan ke Yogyakarta, toh di sana lebih lengkap destinasinya dan tanggung aja gitu.

Yang cewek bengang-bengong.

Yang cowok ketawa-ketiwi gak percaya, mempersiapkan mental juga kali ya karena bakal nyetir berjam-jam lamanya naik motor. 

Dengan keraguan dan keterbatasan oli motor belum diganti, dana dan persiapan. Gilanya kita tetep berangkaaat! Bekal 200 ribu yang bahkan gak bulat karena udah gua jajanin, gua nekat aja. Gak pernah kebayang bakal Yogyakarta-Bandung naik motor dan rame-rame gini.

eeeh tau-tau di Jawa Tengah


Pantai Gelagah Kulon Progo > Stasiun Wates, 9 Maret 2021.

Udah lama bangeeet gak mantai! Pas ngeliat pantai gatau deh ini lebay apa gimana tapi rasanya seseneng itu sampe bengang-bengong. Tadinya gak mau nyebur, tapi pikiran ya-kali-gak-nyebur-kapan-lagi menghantui.

Dengan celana jeans dan kerudung minjem, gua nyebur menyatu dengan air pantai yang asin luar biasa dan bikin mata perih. Walaupun harus mengikhlaskan kerudung gua yang hanyut, gua tetep ketawa-ketiwi.

Yang cowok masak buat semuanya. Abis mandi, kita makan bareng dengan lauk sederhana tapi kerasa enak bangeeet!

mimpi adalah kunci


Malemnya, kita memutuskan untuk tidur di Stasiun Wates. Yang cowok di bangku stasiun, yang cewek di musholla sambil nge-charge hape dan kamera.

yang penting bisa tiduuuur, istirahat dulu guys!


Malioboro > Lereng Ijo > Semarang, 10 Maret 2021.

Pagi-pagiiii sekali kita langsung berangkat ke Malioboro biar "Jogja banget". Cuman beli gelang dan dompet aja buat oleh-oleh karena cuman bawa uang dikit banget.

sesuatu di Jogja


Lanjut ke Candi Ijo, iya niatnya ke candi. Tapi sampe sana malah gogoleran and chill di gazebo Lereng Ijo sambil nunda-nunda buat masuk ke candi dengan alasan panas.

Ternyata di Lereng Ijo ada tempat makan yang murah dan ada wifi, jadi jelas aja kita betah hehe. Kelamaan ngaso di Lereng Ijo sambil foto-foto, taunya Candi Ijo udah tutup. Ini konyol si udah jauh-jauh tapi keasikan di gazebo aja.

"Tau gini ke gazebo labdak (kampus) aja," celetuk salah satu dari kita.

Lanjut dehhh ke Semarang, ngelewat dan numpang makan malem doang si hehe. Ternyata Semarang  apa-apa serba mahal ya... Baru tau.

di depan Lawang Sewu Semarang yang lagi tutup


Pamulang > Sumedang, 11 Maret 2021.

Kebalikan dengan Semarang, di Pamulang murah banget! Masa sarapan nasi beserta lauknya cukup dengan 3000 aja. Terus martabak-nya juga enak banget yaAllah mau lagi.

"Kita kalo sarapan kesini aja murah."

Iya bang.

Lanjut ke rumah Luqi di Sumedang buat istirahat dan mandi (bagi yang mau, kalian bisa tebak gua mandi apa nggak). Suasana rumahnya mirip kaya rumah gua di Bogor. Cuaca mendung dan dingin-dingin pengen tidur gimanaa gitu.

Gak kerasa sih udah mau balik lagi aja. Gua bilang ke Luqi kalo gua sedih kalo perjalanan balik kaya gini, tapi Luqi bilang:

"Iya sedih, tapi kan ada kebanggaan tersendiri yang bisa dibawa." DAMN!

Kosan lagi, 12 Maret 2021.

Akhirnya sampai dengan utuh dan selamat. Kalo orang bisa meninggal karena rasa senang mungkin gua udah ke akhirat saat itu juga karena rasa senangnya gak terukur. Kalo bisa dihargain kayanya sangaaat amat mahal. Lebih dari 230.000 total yang gua habiskan selama berkelana 4-5 hari ini.

Teh Azizah, A Aking, Luqi, Tina, Ilham, Disha, Faza, Hasan, Safira, makasih ya. Pertemanan kita abadi.

berawal dan berakhir di kosan Manisi
Share:

Minggu, 29 November 2020

Hi

 Intan hari ini mau pindahan kosan, tapi dia ribet banget, sampe ditanyain sama banyak orang.

Sebelumnya dia ngekos di permata biru cinunuk, aneh banget orangnya, FREAK. masa punya kosan jauh jauh banget, mana ke kampus susah kendaraan lagi kalo ke kosan intan, terus guys, kosannya tuh puyeng banget jalannya, sampe orang orang pada nyasar meskipun udah sering kesini.

Intan sekarang lagi bingung, bisa ga yaa, pindahan sekali jalan, dalem hati abay "mana bisa lah tolol, barang sebanyak gini mau di pindahin sekali jalan, we lost"
udah dulu yaa guys, we lopyu

Share: