Rabu, 06 September 2023

Bandung Lautan Sejuta Kenangan

Mengerjakan skripsi adalah perjalanan kesendirian. Waktu yang tepat untuk banyak bengang-bengong dan menjalin hubungan sama laptop pi-araleun pi-anyingeun yang tiap buka satu aplikasi loadingnya satu windu. Enggan bahas skripsi sama banyak orang, soal skripsi aku telan pahitnya sendirian.

Pertama kalinya dalam hidup, aku ke Majalengka sendiri demi bimbingan. Mengerjakan ini itu juga seringnya sendiri karena aku merasa jalur semua orang udah beda. Dosen bimbingan beda, jadwal beda, topik skripsi beda. Hal-hal yang bisa diskusikan perkara hal-hal teknis aja dan bikin aku banyak mikir soal diri sendiri.

Menjauh dari temen? Gak sama sekali. Gak sedikitpun. Aku tetep butuh ditemenin dan butuh haha hihi. Butuh istirahat sejenak dari perjalanan panjang yang agaknya sih bikin aku kurang waras sedikit. Aku tetep butuh temen-temenku untuk emotinal support yang gak bisa aku bales dengan kata makasih aja.

Empat sidang UIN Bandung harus aku perangi demi gelar S1:

1. Sidang sempro (berhasil ditaklukan sendirian di sofa hijau ruang tamu rumahku, lebih ke maksain sih karena gak mau nunda lebih lama lagi)

2. Sidang kompre (belajar bareng di kosan sampe begadang mampus dan saling bantu satu sama lain)

3. Sidang tahfidz (di rumah Dinda karena 100% yakin gak bisa hafalin juz Al-Qur'an sendirian)

4. Sidang skripsi (bismillah Juni!!!!)

Sayangnya, targetku untuk sidang skripsi di bulan Juni pupus begitu aja karena sesuatu yang bahkan males aku jabarin lebih jauh. Sistem kampus aku ngasih kesempatan sidang dua bulan sekali. Juli bengang-bengong dan main aja (saat itu sambil magang juga) dan akhirnya Agustus aku bisa sidang.

Ternyata, emang rencana Allah lebih baik. Allah nutup jalanku untuk sidang Juni, supaya aku bisa tarik nafas sedikit dan "santai dulu gak sih" sampe Agustus, bulan dimana aku sidang barengan bersama banyak teman-temanku yang lain.

Rasa bahagia sidang Agustus lalu gak bisa gua ganti dengan apapun. Bagaimana gua nyiapin sidang bareng anak-anak kosan, patungan buat beli banner sidang, bawa banner dan berbagai hadiah ke rooftop kampus meski super ribet, dan lainnya. 

Agustus berperan pentingsebagai momentum bersejarah bagaimana seorang Intan Riskina berhasil menyelesaikan kuliahnya. Revisian super ribet dilakukan di bulan September, Oktober bengang-bengong, November mulai magang lagi di tempat lain, Desember wisuda.

Rasa lega dan bangga pasti ada, tapi juga ada perasaan mengganjal di dada yang seolah masih mau melanjutkan hari-hari penuh warna di Bandung.

"Abis ini udah nih?"

"Gak akan tinggal di Bandung lagi nih?"

"Pisah sama temen-temen nih?"

Berat rasanya. Bandung menjadi tempat hebat yang buat aku jauh lebih percaya diri dibandingkan aku yang SMA, tempat yang bisa dibilang murah tapi banyak kasih hal-hal menyenangkan yang gak bisa diukur harganya, tempat yang gak mungkin kalau aku nggak betah, tempat yang wajar buat dikenang karena 1001 suka duka di sana.

Kepada kampusku yang jauh dari kata sempurna, kepada kosan kecilku yang berantakannya kaya kapal pecah, kepada Gang Manisi yang banyak jajanannya, kepada temanku A sampai Z yang gak bisa ditulis semua di sini, dan terakhir kepada aku yang alhamdulillah masih dikasih kesempatan untuk menjalani hari sebagai orang yang sudah punya gelar S1.

model canggung (Intan) dipotret dengan anggun
oleh fotografer canggung (Robby)

Ke depannya, aku akan menjadi Intan Riskina [Updated Version] yang menjelma menjadi si wanita karir di Ibu Kota, tapi itu gak mengubah fakta bahwa aku bisa begini karena pernah 4 tahun menjadi teteh-teteh Bandung yang hidupnya kebanyakan ketawa.

Bandung, terima kasih ya. Sejuta rindu untukmu si Bumi Pasundan yang ceria.


Share:

3 komentar:

  1. mau makasih juga untuk Intan, yang mendominasi hari Dinda dengan penuh ketidakseriusan selama 4 tahun di Bandung!!

    BalasHapus